Menemukan Dimensi Lain Sang Nabi

#029: Sisi lain Nabi SAW dari sumber tak terduga

Rafza Ray Firdaus
5 min readOct 4, 2024
Photo by Sulthan Auliya on Unsplash

Sepanjang saya menjadi seorang muslim, saya acapkali bertanya-tanya, “Jikalau Nabi Muhammad SAW hidup di masa sekarang, kira-kira seperti apa sosoknya?”, saya rasa ini adalah pertanyaan yang wajar dilontarkan ummat yang merindukan figur sentral seperti beliau.

Tantangan Memahami Sosok Historis

Nabi Muhammad SAW barangkali adalah sosok sejarah yang sudah lama meninggal dunia. Namun, sejarah hidup, nilai-nilai, dan ilmunya terus eksis hingga sekarang. Bahkan sudah lebih dari 14 abad yang lalu, saya kadang-kadang heran, jarak antara generasi sekarang dengan beliau SAW begitu jauh, tetapi pengaruh dan relevansinya tetap terasa.

Karena jarak waktu tersebut, saya hanya bisa mengakses gambaran sosoknya yang mulia itu, hanya dari literatur-literatur, dari penuturan orang yang sempat sezaman dengan beliau SAW dan orang yang datang setelahnya. Sependek pemahaman saya, transmisi informasi orang-ke-orang tentu memiliki keterbatasan, meskipun barang tentu para ulama sudah sedapat mungkin memberikan keketatan dan metode yang saintifik untuk memastikan bahwa informasi yang diberitakan sesuai dengan Al-Qur’an, hadits, dan fakta sejarah.

Bias dalam Literatur Sejarah

Banyak kitab sirah yang muncul sepanjang zaman yang menjadi jembatan bagi generasi kemudian untuk mengenal sosok nabinya yang mulia dan dirindukan. Kesemuanya bagus dan memiliki porsi dan penuturan yang khas. Namun, setiap karya yang ditulis tentulah memiliki bias penulis tertentu yang tidak bisa kita elakkan.

Terlebih bagi penulis berlatar belakang muslim, ada kecenderungan apologetis, dan berupaya tidak mengganggu narasi yang sudah mapan sejauh ini. Sejauh yang saya pelajari — dan saya setuju — memang Nabi Muhammad SAW adalah sosok yang gagah, strategis, perkasa, teguh nan lemah-lembut. Faktanya, muslim diharapkan untuk bisa mencontoh kepada sosoknya, supaya bisa selamat di dunia dan di akhirat.

Mencari Perspektif Baru

Namun, hal ini membuat kita luput satu dimensi Rasul SAW yang kadang luput disoroti oleh beberapa penutur sejarah: Sisi Kemanusiaan dan kelemahannya sebagai manusia biasa, sama seperti kita. Tentu, sisi kemanusiaan rasul SAW sering diceritakan, tetapi kelemahan dan sisi kemanusiaannya, saya jarang mendengar.

Pada kesempatan ini, izinkan saya untuk tidak memakai narasi kitab sirah arustama. Saya akan mencoba merujuk suatu buku berjudul “The First Muslim: The Story of Muhammad” karya Lesley Hazleton, penulis barat yang barangkali tidak punya bias yang sempat saya singgung di atas. Bagi saya, karya Lesley ini tidak bisa dibilang apologetis, jadi saya tidak menyarankan jikalau kamu tidak siap membacanya.

Barang tentu, beberapa dari kita akan meragukan kredibilitas penulis non-muslim ini. Namun, saya telah memberikan ia kesempatan untuk menarasikan seperti apa sosok Sang Nabi, dari kacamata dan pembacaannya terhadap sejarah.

Nabi Muhammad SAW: Sosok yang Kompleks

Dari buku The First Muslim, saya jadi bisa lebih berempati pada Sosok Nabi Muhammad SAW, bukan hanya sebagai seorang nabi tetapi sebagai seorang manusia yang punya kelemahan dan kekurangan, dan itu tidak mengapa dan wajar. Dari Hazleton, Nabi Muhammad SAW dituturkan sebagai sosok yang kompleks dengan hidup penuh tantangan.

Bayangkan, Mekkah saat itu merupakan sebuah wilayah yang belum terkena modernitas, fakta bahwa sang nabi terlahir sebagai seorang yatim dan menjadi yatim piatu di usia 6 tahun, Nabi Muhammad SAW tumbuh di masyarakat yang kurang peduli terhadap anak-anak yatim. Namun, ia berhasil membangun reputasi sebagai orang yang jujur dan berintegritas.

Perjalanan Spiritual dan Pribadi

Pesan kenabian yang ia terima ketika menginjak umur 40 tahun, tentu tidak mudah untuk diterima orang, jika tidak memiliki kredibilitas, lebih-lebih tidak punya status sosial yang terpandang. Saya merasa, ini tidak menguntungkan bagi Sang Nabi, tetapi Allah SWT punya rencana lain yang lebih baik bagi-Nya.

Berkat reputasi yang Ia bangun, Nabi SAW menikah dengan Khadijah RA, seorang wanita kaya yang 25 tahun lebih tua darinya, adalah sumber dukungan dan cintanya selama 25 tahun. Khadijah RA adalah orang pertama yang mendukung Muhammad SAW saat ia mulai menerima wahyu.

Evolusi Pesan dan Kepemimpinan

Dari Hazleton, saya jadi tergambarkan perubahan signifikan dalam pesan Nabi Muhammad SAW sebelum dan sesudah hijrah ke Madinah. Awalnya, ayat-ayat Al-Qur’an lebih berfokus pada keadilan sosial dan mengecam ketidaksetaraan. Namun, setelah di Madinah, pesan-pesan tersebut lebih banyak berbicara tentang pemerintahan dan kontrol. Perubahan ini mencerminkan situasi politik dan sosial yang berbeda antara Mekah dan Madinah, di mana Nabi SAW harus beradaptasi dari peran seorang pembawa pesan menjadi seorang pemimpin masyarakat.

Saya merasa, perubahan itu memberikan kerangka kepada kita yang hendak memperjuangkan nilai-nilai yang kita percayai benar. Saya bersimpati dengan sosok Sang Nabi, tidak mudah berubah mode dari aktivis lalu menjelma menjadi seorang kepala eksekutif. Perubahan kondisi politik dan sosial yang Ia hadapi tidak bisa kita asumsikan mudah, terlebih Ia perlu bisa beradaptasi dan menjamin keadilan dan kemakmuran hadir di tengah-tengah masyarakat dengan nilai-nilai luhur yang hendak Ia usung.

Tantangan Kepemimpinan

Hazleton juga berhasil menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW menghadapi tantangan sebagai pemimpin politik dan agama, termasuk tatkala konflik dengan suku-suku Yahudi di Madinah dan perang dengan Mekkah, ini memberikan gambaran betapa pun kondisi politik zaman Nabi dan hari ini tidaklah sederhana. Di sini, dengan kemampuan dan kecerdasan — dan tentu semua ini karena ridha Allah SWT — Nabi SAW berhasil menjelma menjadi seorang pemimpin yang adil dan diplomat yang bisa menyenangkan semua pihak.

Pesan yang saya dapatkan, dan saya rasakan seketika membaca buku ini adalah, betapapun sosok Nabi Muhammad SAW dengan nama besarnya itu, adalah manusia yang punya kekurangan dan kelebihan jua. Perspektif ini begitu kentara dan saya merasa senang bisa menemukan dimensi ini, yang sering kali luput dari pemahaman saya.

Melihat sisi manusiawi Nabi Muhammad SAW tidak mengurangi kemuliaan beliau, justru membuat figur beliau lebih dekat dan relatable bagi kita. Ini mengingatkan kita bahwa kebesaran seseorang tidak terletak pada kesempurnaannya, melainkan pada bagaimana ia mengatasi tantangan dan tetap teguh pada prinsip-prinsipnya. Semoga pemahaman ini bisa memperkaya perspektif kita dan menginspirasi kita untuk terus berjuang menjadi versi terbaik dari diri kita, sebagaimana Nabi Muhammad SAW telah mencontohkannya.

Berikan komentar 💬, tepukan 👏🏻 jika merasa tulisan ini beresonansi denganmu. Terima kasih. 🙏🏻

Sign up to discover human stories that deepen your understanding of the world.

Free

Distraction-free reading. No ads.

Organize your knowledge with lists and highlights.

Tell your story. Find your audience.

Membership

Read member-only stories

Support writers you read most

Earn money for your writing

Listen to audio narrations

Read offline with the Medium app

--

--

Rafza Ray Firdaus
Rafza Ray Firdaus

Written by Rafza Ray Firdaus

Membaca segala, merenungkan setiap fenomena dan berupaya membagikannya ke dunia lewat cerita. Dalam perjalanan #NulisTiapHari.

No responses yet

Write a response